Skip to main content

MAKALAH BAHASA DAN MASYARAKAT ARAB

SELAMAT DATANG PELAJAR

KATA PENGANTAR

        Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong kami menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongannya mungkin kami  tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik.

        Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang Bahasa Dan Masyarakat Arab, ciri-ciri dan pembagiannya yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

        Makalah ini memuat tentang “Bahasa Dan Masyarakat Arab” dan sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati. Kami  juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah banyak membantu serta teman-teman disekitar penulis yang telah memberikan dukungan kepada kami   agar dapat menyelesaikan makalah ini. 

            Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. walaupun makalah ini memiliki banyak kekurangan. kami mohon untuk saran dan kritiknya dari pembaca.

Penulis.

      

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..

DAFTAR ISI...

BAB I : PENDAHULUAN.............

A.    Latar Belakang Masalah......

B.     Rumusan Masalah..............

C.     Tujuan Penulisan..............

BAB II : PEMBAHASAN..................

A.    Asal Usul Bahasa Arab.............

B.     Pengertian Dialek.....................

a.       Al-Baidah....................

b.      Al-Baqiyah...................

c.       Fusha............................

d.      Ammiyah......................

C.     Pengertian Diglosia .................

a.       Diglosia Dalam Masyarakat Arab...............

b.      Dampak Negatif Dalam Masyarakat Arab.....

BAB III : PENUTUP...........................................

A.    Kesimpulan ..................................................

B.     Saran .....................................................

DAFTAR PUSTAKA............


BAB I
PENDAHULUAN

        A.    Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari yang namanya komunikasi. Dalam komunikasi tentu mengandung kalimat yang bermacam-macam, komunikasi tidak akan berjalan tanpa adanya bahasa, baik itu bahasa nasional, internasional, dan bahasa daerah.

        Peran bahasa sangatlah banyak secara umum ialah bahasa menjadi sebuah alat sosial, bahasa sebagai rekonstruksi budaya. Begitu juga dengan bahasa dan masyarakat arab, tanpa adanya bahasa perabadan masyarakat arab tidak akan bertahan dan berjalan dengan baik, sehingga bahasa didalam masyarakat arab memiliki banyak fungsi dan tujuan.

        Bahasa Arab sebagai salah satu bahasa mayor di dunia memiliki setumpuk keistimewaan dari ciri khas tersendiri yang membedakan dengan bahasa yang lainnya.Bahasa Arab sebagaimana bahasa-bahasa lain memiliki asal-usul sejarah dan perkembangan. Bahasa Arab mula-mula berasal, tumbuh dan berkembang di Negara-negara kawasan timur tengah.

        B.     Rumusan Masalah

        Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah “Bahasa Dan Masyarakat Arab”. Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :

  1.        Bagaimanakah sejarah Bahasa Arab dan pembagiannya ?
  2.        Bagaimanakah Fungsi/peran bahasa didalam Masyarakat Arab ?
  3.        Bagaimana bahasa arab bisa diterima dengan baik didalam masyarakat arab.

            C. Tujuan Penulisan

        Pada dasarnya tujuan penulisan karya tulis ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kuliah filsafat dan sosiologi bahasa.

 Adapun Tujuan khusus penyusunan makalah ini adalah :

1.      Bagaimanakah sejarah Bahasa Arab dan pembagiannya ?

2.      Bagaimanakah Fungsi/peran bahasa didalam Masyarakat Arab ?

3.      Bagaimana bahasa arab bisa diterima dengan baik didalam masyarakat arab?


BAB 2
PEMBAHASAN

A.    Asal Usul Bahasa Arab

Bahasa Arab menurut para mu’arrikh dan linguist berasal dari satu ras manusia dan rumpun bahasa yang mempunyai peran besar dalam sejarah peradaban kuno yakni bangsa Semit. Kemudian keturunan mereka berpindah tempat meninggalkan tanah airnya dan menetap dilembah sungai Tigris dan Euphrat membentuk rumpun bahasa dan bangsa baru,[1] seperti Babilonia, Assyiria, Ibrani, Armia, Tunisia dan lain-lain.[2] Pergulatan antara bahasa pun terjadi saling mempengaruhi dan mengalahkan, bahasa-bahasa yang dominan pemakai dan pengaruhnya yang keluar sebagai pemenang, maka bahasa dari suku itulah yang menjadi bahasa standar, seperti bahasa Arab.

Bahasa Arab merupakan rumpun dari bahasa Semit dan mempunyai anggota penutur yang terbanyak. Bangsa Semit berikut bahasanya dinisbahkan dari putra Nabi Nuh yang bernama Sam ibn Nuh . Garis keturunan Sam inilah yang melahirkan berbagai bangsa dan bahasa, di antaranya bangsa ‘ Akkadiyyah, Kan‘an, Ethopiah, Arab dan sebagainya. [3]Namun seiring dengan perjalanan umat manusia dari sekian rumpun bahasa Semit, yang tersisa sampai sekarang hanyalah  bahasa Arab, bahasa yang telah memberi pengaruh yang cukup besar dalam sejarah peradaban umat manusia, terutama disaat memasuki abad ke VI masehi. Menurut Ali Abd al-Wahid Wafly, informasi yang sempat terekam dalam sejarah dan sampai kepada kita tentang bahasa Arab adalah temuan dari prasasti tentang Arab baidah yang diperkirakan hidup pada abad I sebelum Masehi.

[1] K. Ali. “A Study of Islamic History” , diterjemahkan oleh Ghufran A. Mas’adi dengan judul Sejarah Islam dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmani, Tarkh Pra Moderen , ed I (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 1.

[2] Philip K. Hitti, “The Arab Short History” , diterjemahkan oleh Ushuluddin Hutagalung dan O.D.P. Sihombing dengan judul Dunia Arab (Cet. III; Bandung: Sumur Bndung, t.th), h. 7.

[3] Chatibul Umam et.el. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi Agama

IAIN (Jakarta Proyek Pengembangan Sistem Pendidikan Agama RI, 1975), hal. 47.


Sedangkan Arab Baqiyah , informasi yang ditemukan nanti setelah abad V masehi. Sehingga periodisasi pertumbuhan bahasa Arab sangat sulit untuk dilacak.[1] Bahasa Arab secara tertulis masih sangat sedikit jika dibanding dengan bahasa yang lain, sehingga periodisasi bahasa Arab dan kesusasteraannya hanya terbatas pada zaman jahiliah, masa munculnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, masa Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, kemunduran dan periode moderen. [2]Dan yang diperpegangi oleh para ahli, tentang perkembangan bahasa Arab pada masa pra Islam (jahiliyah) adalah nukilah puisi-puisiyangdikembangkan pada zaman tersebut yang dipindahkan dari generasi kegenerasi.[3]



[1] Ali Abd Al-Wahid Wafiy, op.cit

[2] Karl Broklaman, Tarikh al-Adab al-Arabiy , jilid I (Cet. IV; al-Qahirah Dar al-Ma’arif, t.th), hal. 30-38.

[3] Muhammad Suyuti Suhaib, Kajian Puisi Arab Pra Islam (Cet. I; Jakarta: Al-Qushwa, 1990), hal. 1-2.


 B.    Pengertian Dialek

                                                                                                                                                                                    Secara etimologi, lahjah (dialek, seperti yang ditulis oleh Ibnu Manzūr dalam Lisān al-'Arab, bermakna gemar dengan sesuatu, menyanyikan (mengucapkan), dan membiasakannya. Sealur dengan makna ini, dalam kamus alMunjid disebutkan pula bahwa lahjah  berarti bahasa manusia yang menjadi karakter dan dibiasakan olehnya.  Dari makna etimologi ini bisa dipahami bahwa dialek merupakan sebuah ragam bahasa yang lebih disenangi, lebih biasa dipraktekkan, dan lebih mudah diujarkan oleh individu individu dari suatu komunitas bahasa tertentu dalam kehidupan keseharian mereka. Dialek bisa menjadi ciri khas bagi seseorang atau suatu komunitas bahasa tertentu. Karenanya, dialek sebuah qabilah ‘suku’ menurut Iskandary dan 'Anani merupakan bahasa suku tersebut yang di dalamnya terdapat ujaran yang tarqiīq‘menipiskan/menghaluskan’,tafkhīm‘menebalkan’,tatmīm‘menyempurnakan’,tarkhīm‘memerdukan’,alhamz‘menekan’,talyī‘melunakkan’, sur'ah ‘mempercepat’, buth' ‘memelankan’, washl ‘hamzah tidak dibaca’, qath' ‘hamzah tetap dibaca.

        ada dan tidaknya imālah 'bacaan antara fathah dan kasrah’, dan tekanantekanan suara lainnya. Adapun secara terminologi, lahjah ‘dialek’, dalam kamus Longman diartikan sebagai variasi dari sebuah bahasa yang dipergunakan di suatu bagian dari sebuah negara yang variasi itu berbeda dengan variasi-variasi lainnya dari bahasa yang sama dalam sejumlah kata atau gramatikanya. Lebih terperinci lagi, Daud mengartikan bahwa lahjah ‘dialek’ yaitu cara pemakaian bahasa yang  berbeda dari cara-cara lainnya di dalam suatu bahasa karena masing-masing memiliki ciri-ciri kebahasaan yang khusus dan tiap-tiap cara ini bersama-sama (bersekutu) juga dalam membentuk ciri-ciri kebahasaan yang bersifat umum.

     a.      Al – Baidah

Bahasa Arab Baidah atau incrips adalah bahasa Arab prasasti, yang biasa juga disebut dengan istilah Arabiyah al-Nuqusy , karena informasi tentang bahasa ini hanya diperoleh melalui tulisan pada prasasti atau lempengan batu. Bahasa Arab Baidah yang berdiam disebelah utara Hijaz atau negeri yang berdekatan Aramiah. Al-Arabiyat al-ba:idah dikenal dengan sebutan Arabiyat al-nuqu:sy (bahasa Arab prasasti) karena ragam bahasa ini tidak pernah sampai kepada kita kecuali melalui prasasti-prasasti yang belakangan ditemukan secara luas, dari Damaskus sampai wilayah Al-`Ula di bagian utara Hijaz. Dialek bahasa yang digolongkan dalam Bahasa Arab Al-Baidah dan  dipergunakan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

·         Dialek Lihyaniyah yang dinisbahkan dari nama kabilah atau suku Lihyan yang tinggal dibagian utara daerah Hijaz beberapa abad sebelum masehi. Para ahli berdeda pendapat tentang asal mula suku itu dan tanggal prasasti-prasastinya pun tidak diketahui secara pasti. Hanya diperkirakan prasasti tertua setelah abad ke II atau satu sebelum masehi, dan yang termuda sekitar abad ke VI masehi.

·         Dialek Samudiyah, yang didasarkan kepada suku samad sebenarnya yang dikisahkan didalam Aluran secara ringkas dalam perjanjian lama baik Yunani maupun Roma dan masyhur didalam sejarah jahiliyah. suku ini diperkirakan mendiami wilayah antara Hijaz dan Nejed dekat Damaskus. Prasati dalam bahasa samud kira-kira abad ke III dan ke IV masehi.

                   

·         Dialek Safawiyah , prasastinya didapati di daerah Shafa’, walaupun ada juga yang terdapat didaerah lain di Harah yang terletak antara bukit dan gunung Daruz. Penulisannya diperkirakan antara abad ke III dan VI masehi. Orientalis Jerman, Enno Litman memperlihatkan bahwa rumus huruf-hurufnya mendekati huruf Samad, huruf-huruf tersebut kadang-kadang dibaca dari kiri ke kanan atau sebaliknya.[1]

 

b.      Al-Baqiyah

Bahasa Arab Baqiyah adalah bahasa yang masih dipakai oleh bangsa Arab dalam kesusasteraan, tulisan dan karangan. Bahasa ini tumbuh di negeri Hijaz dan Nejed, kemudian tersebar keseluruhan daerah daerah yang pernah memakai bahasa Semit dan Chamit, dari situlah timbul dialek-dialek yang dipergunakan pada masa kini dinegeri-negeri Hijaz, Nejed, Yaman dan daerah-daerah disekitarnya seperti Emirat Arab, Palestina, Yordania, Syiriah, Libanon, Irak, Kuwaid, Mesir, Sudan, Libia, Al-Jazair, Maroko, dan Malta.[2]  Al-Arabiyat al-baqiyah adalah dialek yang selanjutnya disebut dengan al-Arabiyah, bahasa Arab seperti yang dikenal dan dipergunakan dalam berbagai suasana formal hingga hari ini di berbagai belahan negara Arab. Dialek ini merupakan gabungan dari berbagai dialek yang berbeda, sebagian yang dominan berasal dari bagian utara jazirah Arab dan sebagian yang lain dari daerah selatan. Ragam bahasa inilah yang sekarang digunakan dalam berbagai tulisan berbahasa Arab, pidato-pidato, siaran-siaran dan jurnalisme. 

Dialek ini sudah tersebar luas di seluruh jazirah sejak masa praIslam dan menjadi lingua franca bagi masyarakat multikabilah. Pertemuan dan interaksi antaranggota berbagai kabilah melalui perjalanan, perdagangan, dan festival seni dan sastra


[1] Ali Abd. Al-Wahid Wafiy, op. cit, hal. 96-97.

[2] Ibid, hal. 03.

telah melahirkan sebuah lingua franca, bahasa pergaulan bersama (al-lughat al- musytarakah) yang dijadikan medium komunikasi lintas kabilah. Berbagai karya sastra di jaman ini menggunakan bahasa bersama itu sehingga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kualitas sastrawan dan karyanya. Penilaian itu tentu akan sulit dilakukan jika masing-masing menggunakan bahasa lokalnya.[1]

Bahasa Arab ini bisa bertahan dan tidak lenyap seperti saudara saudaranya-baca: yang serumpun- adalah tidak lepas dari pengaruh dan peran Islam saat itu. Dimana ajaran utama Islam, al-Qur’an menggunakan bahasa Arab Baqiyah. Dengan sendirinya kaum muslimin waktu itu berusaha mengetahui bahasa Arab, bagi yang bukan penutur bahasa Arab Baqiyah yang selanjutnya bahasa Arab menjadi warna dalam pergaulan mereka sehari-hari. Sehingga bahasa-bahasa sebelumnya yang juga diapakai tidaklagi dipergunakan, disamping faktor agama juga faktor politik, otomatis bahasa lainnya akan mati dengan sendirinya karena.[2]

Bahasa Arab adalah salah satu dari rumpun bahasa Samiah yang mempunyai berbagai macam dialek yang menyebabkan perbedaan dalam membaca dan berbicara. Diantara dialek yang sering digunakan sampai saat ini dan tergolong kedalam Bahasa Arab Al-Baqiyah, yaitu:

Thamthamaniah Humair

Thamthamaniah adalah bahasa sebagian kabilah arab dimana huruf Alif Lam Ta’rif ألdiganti dengan Alif dan Mim أم yang dalam pengucapannya lebih condong ke huruf Mim, contoh; kata matahari dan bulan mereka menyebutnya إِمْقَمَرٌ، أَمْشَمْسٌ , Atsa’aliby mengatakan bahwa thamthamaniyah ini adalah bahasanya kabilah Humair. Dalam hadis Abu Hurairah diriwayatkan bahwa ia telah datang menghadap Usman ra, dan Usman pun berkata: Peperangan telah



[1] Achmad Tohe, BAHASA DAN SENI, Tahun 33, Nomor 2, Agustus 2005, Bahasa Arab Fusha Dan Amiyah Serta Problamatikanya, hal. 202.

[2] Mahmud Kamil al-Naqah, Ta’lim al-Lugah al’ Arabiyah li al-natioqin bi Lugat Ukhra Ushuluhu Mudaakhiluhu, Turuqu Tadrisihi (Makkah al-Mukarramah: Jami’ah Umm al-Qura, 1985), hal. 13.



·         selesai الأَن طَابَ إِمْضَرْبٌ asli dari kalimat tersebut adalah طَابَ الضَّرْبُ Dimana alif lam ta’rif diganti dengan Mim, dan menurutnya ini adalah bahasa sebagaian orang Yaman.

·         Kasykasya,  Yaitu menggantikan Kaf Mukhatab كَافُdengan syin شِيْنٌcontoh : bapakmu = أَبُوْكَ  dibaca menjadi أَبْوْشَ  Ini adalah sebagian bahasa dari orang arab termasuk Mesir diama kata Ma Alaika dibaca Ma Alaiysy. contoh lain kata Laka لك dibaca Lesy لش.

·         Kaskasah, Kaskasa ini menyerupai Kasykasya yaitu menambahkan huruf Sinسِيْنٌ  setelah Kaf كَافُ Mukhathab (untuk menunjukkanterhadap Muannats (feminal), contoh; kata (memberi) أَعْطَيْتُكَ dibaca أَعْطَيْتُكْس. Atau sama dengan Kasyakasya menggantikan huruf kaf كافdengan sin سين, أبوك dibaca أَبُوْس .

·         Istintha, Yaitu menggantikan huruf Ainالعين  (yang di sukun dengan huruf Nunنون  dan setelahnya adalah huruf Thaالطاء  contohnya أعطى , dibaca أنطى  ,(dan dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa Hasan dan Thalha ra dan juga selain mereka membaca ayat Al Kautsar dengan Istintha إِنَّا أَنْطَيْنَاكَ الْكَوْثَر dan juga terdapat dalam hadis Rasulullah tentang Doa sabdanya yaitu : اَللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَنْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ.

·         Khalkhalaniah, Yaitu memperpendek atau meringkas Harakat (baris) serta meringankan tekanan pada harakah tasydid, contohnya kata كَأَنَّكَ dirinkas menjadi كَنَّكَdan kata مَاشَاءَ الله  menjadi مَاشاالله dan إن شاء الله   menjadi إنشاالله .

·         Tashil , yaitu membuang huruf Hamzahالهمزة   agar lebih mempermudah ucapan, contohnya pada kata sumur dan gelas بِئْر bi`run dibaca biyr بِيْرٌ  dan Ka`sun كَئْسٌ dibaca Kaas  كَاسٌtanpa penulisan dan penyebutan huruf hamzah.

·         Ar Raswu, yaitu menggantikan huruf Sin سين atau Zai الزي  dengan huruf Shad  الصادatau sebaliknya, contoh;سلطان  menjadi أسطورة ,صلطان menjadiأصطورة  dan bacaan ini sangat ma’ruf (terkenal) serta diakui keberadaanya oleh pakar bahasa karena banyaknya terdapat dalam natsr bahkan dalam Al Quran, contoh; لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ

·         Tanwin Nagham, yaitu menggantikan Ta ta’nis dengan Nun Sukun untuk melagukan kata, contoh, kataزانت   dibaca   زاننdan بدنْdibacaبدتْ.

·         Kata Ibir mengganti kata Ibn, Yaitu mengganti kata Ibnإبن  dengan kata Ibir إبر , contoh; Muhammad bir Aliمحمد بر علي  asalnya adalah محمد بن علي muhammad bin Ali.

·         Pengganti Dzamir Haa Ghaib, Yaitu mengganti Dhamir Ghaib dengan huruf Wau الواو,  contohnya kata kemampuannya  قُدْرَتُهُ dibaca قُدْرَتُو.

·         An’anah, Yaitu menggantikan huruf alif الألفdan Hamzah menjadi bunyi `Ain نَشئَةُ المنْشِئِيْ menjadi نَشْعَةُ الْمُنْشِعِيْن dan dialek seperti ini sering digunakan oleh orang Yaman, khalij dan sekitarnya.[1]

 

Contoh-contoh di atas adalah dialek yang mashur dalam bahasa Arab yang mempengaruhi perbedaan bacaan dan ucapan.

 

a.      Fusha

        Bahasa Arab fusha merupakan bahasa resmi yang banyak dipergunakan dan dipahami oleh semua orang Arab. Ia dipergunakan dalam forum-forum resmi, bidang kebudayaan dan ilmu, bahasa puisi dan prosa, surat kabar, serta buku-buku. Bahasa Arab fushā ini berasal dari salah satu dialek pemenang, dialek yang paling berkuasa di antara dialek-dialek bahasa Arab yang ada yaitu dialek Quraisy. Kemenangan dialek Quraisy ini didukung oleh banyak faktor seperti agama, ekonomi, politik, dan kekayaan bahasa yang dimiliki oleh dialek Quraisy sendiri. Sehingga, dengan banyak pendukung ini, dialek Quraisy tersebar luas, banyak dipergunakan oleh semua golongan, dan mempengaruhi serta


[1] Book AT-Taisir Fii Ta’lim AL-lughah Al-arabiyah, Cara Praktis  Belajar Bahasa  Arab | Media Pustaka Qalam, Jakarta, hal. 1.


b.      Ammiyah

Bahasa Arab ‘āmmiyyah merupakan bahasa-bahasa yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari bukan bahasa dalam forum resmi atau ilmiah. Ia adalah dialek-dialek yang terdapat atau berasal dari bahasa Arab. Dialek-dialek ini adalah ragam bahasa Arab yang memiliki ciri khusus yang berbeda dengan, ragam-ragam bahasa Arab lainnya. Namun, semua ragam bahasa itu tetap memiliki ciri umum yang menyatukan semuanya dalam satu bahasa, yaitu bahasa Arab. Bahasa Arab amiyah adalah bahasa yang "menyalahi" kaidah-kaidah orisinil bahasa fusha. Dengan kata lain, bahasa amiyah adalah "bahasa dalam penyimpangan" (lughat fi: al-lahn) setelah sebelumnya merupakan fenomena penyimpangan dalam (sebuah) bahasa (lahn fi: al-Lughat). Secara perlahan tapi pasti bahasa amiyah terus berkembang hingga menjelma sebagai bahasa yang otonom dengan kaidah- kaidah dan ciri-cirinya sendiri.

Bahasa amiyah di negeri-negeri (taklukan) Islam awalnya adalah lahn yang sederhana dan masih labil karena masyarakatnya masih memiliki watak bahasa Arab yang genuin. Karena itu, di awal kemunculannya, bahasa amiyah di kalangan masyarakat masih mempunyai rentangan antara yang lebih dekat dengan bahasa baku (fusha) sampai pada yang jauh darinya. Contoh daerah yang memiliki bahasa yang masih sangat dekat dengan bahasa baku itu sampai abad ke-3 H antara lain negeri Hijaz, Basrah dan Kufah. [1]

 [1] Achmad Tohe, BAHASA DAN SENI, Tahun 33, Nomor 2, Agustus 2005, Bahasa Arab Fusha Dan Amiyah Serta Problamatikanya, hal. 206.

A.    Pengertian Diglosia Menurut Para Ahli

1)      Menurut Ferguson

    Dalam pandangan Ferguson menggunakan istilah diglosia untuk menyatakan keadaan suatu masyarakat di mana terdapat dua variasi dari satu bahasa yang hidup berdampingan dan masing-masing mempunyai peranana tertentu. Jadi menurut Ferguson diglosia ialah suatu situasi kebahasaan relatif stabil, di mana selain terdapat jumlah dialek-dialek utama dari suatu bahasa terdapat juga ragam bahasa yang lain. Ferguson menggunakan istilah diglosia untuk menyatakan keadaan suatu masyarakat yang di dalamnya terdapat dua variasi dari satu bahasa yang hidup berdampingan dan masing-masing mempunyai peranan tertentu. Bila disimak, definisi Ferguson memberikan pengertian:

1) Diglosia adalah suatu situasi kebahasaan yang relatif stabil, Di mana selain terdapat sejumlah dialek-dialek utama (lebih tepat ragam-ragam utama) dari suatu bahasa, terdapat juga sebuah ragam lain.

2) Dialek-dialek utama itu diantaranya dapat berupa sebuah dialek standar atau sebuah standar regional.

3) Ragam lain (yang bukan dialek-dialek utama) itu memiliki ciri :

·         Sudah sangat terkodifikasi gramatikalnya lebih komplek.

·         Merupakan wahana kesusatraan tertulis yang sangat luas dan dihormati.

·         Dipelajari melalui pendidikan formal.

·         Digunakan terutama dalam bahasa tulis dan bahasa lisan formal.

·         Tidak digunakan (oleh lapisan masyarakat manapun) untuk percakapan sehari-hari. 

2)      Menurut William Marcais

Diglosia (diglossia) adalah situasi bahasa dengan pembagian fungsional atas varian-varian bahasa yang ada. Satu varian diberi status tinggi dan dipakai untuk penggunaan resmi atau pengggunaan publik dan mempunyai ciri-ciri yang lebih kompleks dan konservatif, varian lain mempunyai status rendah dan dipergunakan untuk komunikasi tak resmi dan strukturnya disesuaikan dengan saluran komunikasi lisan.

3)      Menurut Henscyber

Diglosia adalah penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat, tetapi masing-masing bahasa mempunyai fungsi atau peranan yang berbeda dalam konteks sosial. Ada pembagian peranan bahasa dalam masyarakat dwibahasawan terlihat dengan adanya ragam tinggi dan rendah, digunakan dalam ragam sastra dan tidak, dan dipertahankan dengan tetap ada dua ragam dalam masyarakat dan dilestarikan lewat pemerolehan dan belajar bahasa.

a.    Diglosia Dalam Masyarakat Arab

Diglosia adalah sebuah penamaan yang diberikan pada gejala penggunaan dua ragam bahasa yang -sebenarnya- berasal dari satu bahasa induk dalam sebuah masyarakat pada waktu yang bersamaan. Fenomena diglosia dalam masyarakat Arab -sebagaimana dijelaskan sebelumnya- sudah terjadi sejak jaman jahili atau pra-Islam. Masing-masing kabilah memiliki bahasa tersendiri di samping lugat musytarakah, sebuah bahasa pergaulan yang dianut oleh berbagai kabilah yang ada. Bahasa bersama (lughat musytarakah) ini lahir sebagai akibat dari hubungan perdagangan antarkabilah, perjalanan menunaikan ibadah haji dan lawatan-lawatan. Komunikasi antarindividu dalam sebuah kabilah cukup menggunakan bahasa kabilahnya sendiri.

 Tetapi ketika berhubungan dan berkomunikasi dengan anggota kabilah lainnya mereka menggunakan bahasa pergaulan bersama itu. Hingga datangnya Islam fenomena diglosia ini masih terus berlangsung. Sejak masa Islam dan setelah ekspansi kekuasaannya ke luar Jazirah Arab, fenomena tsunaiyat al-lughah atau diglossie yang semula hanya terjadi antara dialek lokal sebuah kabilah (lahaja:t al-qaba:il) dengan dialek bahasa bersama (al-lughat al-musytarakah), mulai bergeser antara bahasa fusha dengan bahasa amiyah.

Diglosia bahasa fusha dan amiyah yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah sejak munculnya ragam bahasa yang terakhir pada masa-masa ekspansi Islam yang pertama yaitu sejak terjadinya interaksi antara orang Arab dengan non-Arab. Di awal kemunculannya bahasa amiyah tidak memiliki ciri-ciri pembeda yang jelas dari bahasa fusha. Setelah beberapa waktu, ragam bahasa ini mulai menampakkan ciri-cirinya dalam hal bunyi, pola, susunan kalimat, sintaksis, cara pengungkapan, dan materi bahasanya secara umum. Mengenai hal itu dijelaskan Al-Jahidz ketika membahas bahasa masyarakat Arab.

Fenomena dualisme bahasa ini sempat diberikan penamaan yang kurang tepat, yaitu bilingualisme. Istilah ini mengandaikan adanya dua bahasa yang berbeda pada individu atau kelompok tertentu dalam waktu yang bersamaan dalam sebuah masyarakat. Tetapi sebagian orang menolak penamaan yang terakhir dalam kasus dualisme bahasa Arab fusha dan amiyah. Mereka beralasan bahwa dua ragam bahasa yang digunakan masyarakat Arab bukanlah bahasa yang sama sekali berbeda, seperti bahasa Arab dengan bahasa Perancis atau antara bahasa Jerman dan bahasa Turki.

Bahasa fusha dan bahasa amiyah sesungguhnya merupakan ragam-ragam bahasa yang berasal dari satu bahasa induk. Perbedaan keduanya dianggap sebagai perbedaan yang parsial, bukan substansial. Untuk itu, istilah diglosia lebih tepat digunakan dalam kasus di atas. Fenomena diglosia serupa sebenarnya tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat Arab, melainkan juga di kalangan bangsa-bangsa lain. Diglosia, menurut al-Hajj, pada dasarnya merupakan kelanjutan dualisme akal dan perasaan pada manusia. Dalam setiap bahasa selalu ditemui bahasa `am dan bahasa fasi:h, meskipun intensitasnya dapat berbeda satu sama lain. [1]

b.    Dampak Negatif Diglosia Dalam Masyarakat Arab

Diglosia antara bahasa fusha dan amiyah, terutama di dalam masyarakat Arab moderen, ditengarai mempunyai sejumlah dampak negatif Menurut Anis Farihah dampak negatif itu telah merambah ke berbagai bidang, antara lain pemikiran, pendidikan, kepribadian, moral, dan kegiatan sastra dan seni.

Bidang Pemikiran
pengaruh buruk diglosia itu tampak pada perhatian yang lebih pada bahasa sebagai media ekspresi ketimbang isi/substansi pemikiran ketika seseorang menuliskan gagasan-gagasannya. Waktu mereka banyak tersita "hanya" untuk memikirkan kesahihan (gramatikal) tulisan dan kesesuaiannya dengan aturan-aturan bahasa fusha yang berlaku. Kasus yang sama dialami juga oleh para penyiar, penceramah dan dosen ketika memberikan orasi spontan. Perhatian mereka lebih tercurahkan pada syakl (bentuk formal) bahasa dibanding al-makna (substansi)


[1] Achmad Tohe, BAHASA DAN SENI, Tahun 33, Nomor 2, Agustus 2005, Bahasa Arab Fusha Dan Amiyah Serta Problamatikanya, hal. 207.


·         Bidang Pendidikan, pengaruh diglosia terlihat pada lama waktu yang dibutuhkan seorang anak Arab dalam mempelajari bahasa Arab fusha dibanding anak berkebangsaan lain dalam mempelajari bahasanya. Keengganan orang untuk membaca, rumitnya pola-pola bahasa, dan ditinggalkannya bahasa fusha adalah hal-hal yang berpulang pada perbedaan fusha dan amiyah, khususnya tingkat kerumitan bahasa fusha dan fleksibilitas amiyah. Secara umum, masyarakat menganggap bahasa fusha tidak luwes dan kurang bersahabat dengan anak-anak.

·         Bidang Moral, diglosia telah mempengaruhi cara orang berperilaku dan bersikap. Dialosia telah melahirkan semacam kepribadian yang pecah (split personality) dan perasaan bersalah. Dalam suasana resmi, masyarakat Arab menggunakan bahasa fusha, sedang dalam kehidupan sehari-hari mereka menggunakan bahasa amiyah yang selalu dicap dan diberi konotasi buruk.

·         Bidang Al funun Al Jamilah, khususnya drama/teater, diglosia telah dijadikan kambing hitam keringnya kesenian dan kesusasteraan. Tetapi di sisi lain, sebagian seniman dan sastrawan menganggap bahasa fusha kurang ekpresif dan responsif. Para pekerja seni berada dalam sebuah dilema. Di satu sisi, melalui karyanya, mereka dituntut menampilkan realitas kehidupan yang aktual dengan menggunakan bahasa fusha. Tetapi di lain sisi, mereka dihantui kengerian akan cercaan yang bakal diperolehnya jika menggunakan bahasa amiyah.[1]



[1] Achmad Tohe, BAHASA DAN SENI, Tahun 33, Nomor 2, Agustus 2005, Bahasa Arab Fusha Dan Amiyah Serta Problamatikanya, hal. 209.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Bahasa Arab menurut para mu’arrikh dan linguist berasal dari satu ras manusia dan rumpun bahasa yang mempunyai peran besar dalam sejarah peradaban kuno yakni bangsa Semit. Bahasa Arab merupakan rumpun dari bahasa Semit dan mempunyai anggota penutur yang terbanyak. Bangsa Semit berikut bahasanya dinisbahkan dari putra Nabi Nuh yang bernama Sam ibn Nuh. Bahasa Arab secara tertulis masih sangat sedikit jika dibanding dengan bahasa yang lain, sehingga periodisasi bahasa Arab dan kesusasteraannya hanya terbatas pada zaman jahiliah, masa munculnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, masa Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, kemunduran dan periode moderen.

Secara etimologi, lahjah (dialek, seperti yang ditulis oleh Ibnu Manzūr dalam Lisān al-'Arab, bermakna gemar dengan sesuatu, menyanyikan (mengucapkan), dan membiasakannya. Sealur dengan makna ini, dalam kamus alMunjid disebutkan pula bahwa lahjah  berarti bahasa manusia yang menjadi karakter dan dibiasakan olehnya. Adapun secara terminologi, lahjah ‘dialek’, dalam kamus Longman diartikan sebagai variasi dari sebuah bahasa yang dipergunakan di suatu bagian dari sebuah negara yang variasi itu berbeda dengan variasi-variasi lainnya dari bahasa yang sama dalam sejumlah kata atau gramatikanya.

Bahasa Arab terbagi menjadi dua yaitu Al-Baidah, dan Al-Baqiyah, Al-Baidah adalah bahasa arab yang dialek atau bahasanya sudah tidak digunakan lagi dan bahasa ini diketahui melalui kajian prasasi-prasasi atau naskah kuno diantara dialek-dialek bahasa arab al-baidah adalah lihyaniyah, sahmudiyah, dan safuwiyah. Sedangkan Al-Baqiyah adalah bahasa arab yang dialek dan bahasanya masih digunakan sampai saat ini diantara dialek-dialek yang terkenal dan masih digunakan sampai saat ini adalah : Thamthamaniah Humair, Kasykasya, Kaskasah, Istintha,  Khalkhalaniah, Tashil, Ar-Raswu, Tanwin Nagham, Kata Ibr mengganti kata Ibn, Pengganti Dzamir Haa Ghaib, An’ah. Bahasa Arab fusha adalah bahasa arab yang digunakan dalam kegiatan resmi atau didalam pendidikan, sedangkan bahasa arab Ammiyah adalah bahasa arab yang digunakan dipasaran atau bahasa yang diguanakan dalam kehidupan sehari-hari, perbedaan bahasa arab fusha dan ammiyah adalah : bahasa arab fusha selalu menggunakan kaidah bahasa arab yang benar, sedangkan bahasa  arab ammiyah tidak menggunakan kaidah bahasa yang benar.

Diglosia adalah sebuah penamaan yang diberikan pada gejala penggunaan dua ragam bahasa yang -sebenarnya- berasal dari satu bahasa induk dalam sebuah masyarakat pada waktu yang bersamaan. Fenomena diglosia dalam masyarakat Arab -sebagaimana dijelaskan sebelumnya- sudah terjadi sejak jaman jahili atau pra-Islam. Diglosia antara bahasa fusha dan amiyah, terutama di dalam masyarakat Arab moderen, ditengarai mempunyai sejumlah dampak negatif Menurut Anis Farihah dampak negatif itu telah merambah ke berbagai bidang, antara lain pemikiran, pendidikan, kepribadian, moral, dan kegiatan sastra dan seni

 

B.     Saran

Makalah ini tentunya masih sangat jauh dari kata sempurna dan kami sangat mengharapkan saran dan kritik guna membangun dan bisa memperbaiki makalah kami. Karena ada pepatah yang mengatakan “semakin ilmu itu di gali maka semakin banyak yang tidak kita ketahui”.



DAFTAR PUSTAKA

 

K. Ali. “A Study of Islamic History” ,Tarkh Pra Moderen , ed I (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997).

Philip K. Hitti, “The Arab Short History” , (Cet. III; Bandung: Sumur Bndung, t.th).

Chatibul Umam et.el. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi Agama.

IAIN (Jakarta Proyek Pengembangan Sistem Pendidikan Agama RI, 1975), lihat juga Bambang Yudi Cahyono, Kristal-Kristal Ilmu Bahasa (Cet. I; Surabaya: Airlangga University Press, 1995).

Karl Broklaman, Tarikh al-Adab al-Arabiy , jilid I (Cet. IV; al-Qahirah Dar al-Ma’arif, t.th).

Muhammad Suyuti Suhaib, Kajian Puisi Arab Pra Islam (Cet. I; Jakarta: Al-Qushwa, 1990).

Achmad Tohe, Bahasa Dan Seni, Tahun 33, Nomor 2, Agustus 2005, Bahasa Arab Fusha Dan Amiyah Serta Problamatikanya.

Mahmud Kamil al-Naqah, Ta’lim al-Lugah al’ Arabiyah li al-natioqin bi Lugat Ukhra Ushuluhu Mudaakhiluhu, Turuqu Tadrisihi (Makkah al-Mukarramah: Jami’ah Umm al-Qura, 1985).

Book AT-Taisir Fii Ta’lim AL-lughah Al-arabiyah, Cara Praktis  Belajar Bahasa  Arab, Media Pustaka Qalam, Jakarta.

Tamām Hassan, al-Ushūl: Dirāsah Istīmūlūjiyyah li al-Fikr al-'Arabi 'ind al-'Arab, alNahw, Fiqh al-Lughah, al-Balāghah.

https://p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/2019/06/30/sekilas-tentang-bahasa-arab-fusha-formal-dan-amiyah-informal/







Comments

Populer

MAKALAH SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN

MAKALAH SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN KATA PENGANTAR Puji syukur yang dalam penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nyalah makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam makalah ini, penulis membahas mengenai “Sarana dan Prasarana dalam Pendidikan”. Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses pembelajaran. Proses penyusunan makalah ini, tentunya penulis mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi, dan saran. Untuk itu rasa terima kasih yang dalam penulis kepada yang terhormat : kepada dosen yang telah membimbing kami dalam membuat proses pembuatan makalah,dan kepada kawan-kawan semua. Hanya kepada Tuhan Maha Kuasa jualah penulis memohon doa sehingga bantuan dari berbagai pihak bernilai ibadah. Penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan s

MAKALAH ILMU BUDAYA DASAR

BAB I PENDAHULUAN        A.     Latar Belakang Masalah             Setiap manusia mempunyai harapan yang berbeda-beda. Manusia tanpa adanya harapan berarti manusia itu mati dalam keadaan hidup. Orang yang meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya. Harapan tersebut tergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidip, dan kemampuan masing-masing. Berhasil atau tidaknya suatu harapan tergantung pada usaha orang yang mempunyai harapan itu sendiri. Harapan berasal dari kata harap yang berarti keinginan supaya sesuatu terjadi, sehingga harapan berarti sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Dengan demikian harapan menyakut dengan masa depan kita. Kita harus hidup dengan harapan, tetapi kita tidak bisa hidup mengantung semata pada harapan. Adalah baik untuk berharap yang terbaik. Tetapi hal itu tidak cukup. Kita tidak bisa hanya berharap, kita harus bertindak sengat menyedihkan bahwa banyak hal digantung berlebihan pada harapan de

MAKALAH KEDUDUKAN HADIST DAN FUNGSI HADIST TERHADAP AL-QURAN

KEDUDUKAN HADIST DAN FUNGSI HADIST TERHADAP AL-QURAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang            Islam sebagai agama yang sempurna yang mengatur disegala aspek kehidupan seorang anak manusia. Selain Al-Qur’an, umat Islam juga memiliki tuntunan lain sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia ini, yaitu As-Sunnah (ucapan, perbuatan dan sikap) yang telah diteladani oleh Rasulullah SAW. Berangkat dari penjelasan di atas, maka sangatlah penting bagi umat Islam untuk memahami dan mempelajari hadits (As-Sunnah) agar dapat menentukan mana hadits yang dapat menjadi landasan hukum dalam berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia. B.Rumusan  Masalah Bagaimana kedudukan Hadist terhadap Al-quran? Apa fungsi Hadist terhadap Al-quran ? C. Tujuan Mengetahui kedudukan Hadist terhadap Al-quran. Mengetahui fungsi Hadist terhadap Al-quran. BAB II PEMBAHASAN A.     kedudukan Hadist terhadap Al-quran 1.       Sumber ajaran islam kedua s