KATA PENGANTAR
Makalah ini disusun agar pembaca
dapat mengetahui tentang Bahasa Dan
Masyarakat Arab, ciri-ciri dan pembagiannya yang penulis sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Bahasa Dan Masyarakat Arab” dan sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah banyak membantu serta teman-teman disekitar penulis yang telah memberikan dukungan kepada kami agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. walaupun makalah ini memiliki banyak kekurangan. kami mohon untuk saran dan kritiknya dari pembaca.
Penulis.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...
BAB I : PENDAHULUAN.............
A. Latar Belakang Masalah......
B. Rumusan Masalah..............
C. Tujuan Penulisan..............
BAB II : PEMBAHASAN..................
A. Asal Usul Bahasa Arab.............
B. Pengertian Dialek.....................
a. Al-Baidah....................
b. Al-Baqiyah...................
c. Fusha............................
d. Ammiyah......................
C. Pengertian Diglosia .................
a. Diglosia Dalam Masyarakat Arab...............
b. Dampak Negatif Dalam Masyarakat Arab.....
BAB III : PENUTUP...........................................
A. Kesimpulan ..................................................
B. Saran .....................................................
DAFTAR PUSTAKA............BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari yang namanya komunikasi. Dalam komunikasi tentu mengandung kalimat yang bermacam-macam, komunikasi tidak akan berjalan tanpa adanya bahasa, baik itu bahasa nasional, internasional, dan bahasa daerah.
Peran bahasa sangatlah banyak secara umum ialah bahasa menjadi sebuah alat
sosial, bahasa sebagai rekonstruksi budaya. Begitu juga dengan bahasa dan
masyarakat arab, tanpa adanya bahasa perabadan masyarakat arab tidak akan
bertahan dan berjalan dengan baik, sehingga bahasa didalam masyarakat arab
memiliki banyak fungsi dan tujuan.
Bahasa Arab sebagai salah satu bahasa mayor di dunia memiliki setumpuk keistimewaan dari ciri khas tersendiri yang membedakan dengan bahasa yang lainnya.Bahasa Arab sebagaimana bahasa-bahasa lain memiliki asal-usul sejarah dan perkembangan. Bahasa Arab mula-mula berasal, tumbuh dan berkembang di Negara-negara kawasan timur tengah.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah “Bahasa Dan Masyarakat Arab”. Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
- Bagaimanakah
sejarah Bahasa Arab dan pembagiannya ?
- Bagaimanakah
Fungsi/peran bahasa didalam Masyarakat Arab ?
- Bagaimana bahasa arab bisa diterima dengan baik didalam masyarakat arab.
C. Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan karya tulis ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kuliah filsafat dan sosiologi bahasa.
Adapun Tujuan khusus
penyusunan makalah ini adalah :
1.
Bagaimanakah sejarah Bahasa Arab dan pembagiannya ?
2.
Bagaimanakah Fungsi/peran bahasa didalam
Masyarakat Arab ?
3.
Bagaimana bahasa arab bisa diterima dengan baik didalam masyarakat arab?
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Asal Usul Bahasa
Arab
Bahasa Arab menurut para mu’arrikh dan linguist
berasal dari satu ras manusia dan rumpun bahasa yang mempunyai peran besar
dalam sejarah peradaban kuno yakni bangsa Semit. Kemudian keturunan mereka
berpindah tempat meninggalkan tanah airnya dan menetap dilembah sungai Tigris
dan Euphrat membentuk rumpun bahasa dan bangsa baru,[1]
seperti Babilonia, Assyiria, Ibrani, Armia, Tunisia dan lain-lain.[2]
Pergulatan antara bahasa pun terjadi saling mempengaruhi dan mengalahkan,
bahasa-bahasa yang dominan pemakai dan pengaruhnya yang keluar sebagai
pemenang, maka bahasa dari suku itulah yang menjadi bahasa standar, seperti
bahasa Arab.
Bahasa Arab merupakan rumpun dari bahasa Semit dan mempunyai anggota penutur yang terbanyak. Bangsa Semit berikut bahasanya dinisbahkan dari putra Nabi Nuh yang bernama Sam ibn Nuh . Garis keturunan Sam inilah yang melahirkan berbagai bangsa dan bahasa, di antaranya bangsa ‘ Akkadiyyah, Kan‘an, Ethopiah, Arab dan sebagainya. [3]Namun seiring dengan perjalanan umat manusia dari sekian rumpun bahasa Semit, yang tersisa sampai sekarang hanyalah bahasa Arab, bahasa yang telah memberi pengaruh yang cukup besar dalam sejarah peradaban umat manusia, terutama disaat memasuki abad ke VI masehi. Menurut Ali Abd al-Wahid Wafly, informasi yang sempat terekam dalam sejarah dan sampai kepada kita tentang bahasa Arab adalah temuan dari prasasti tentang Arab baidah yang diperkirakan hidup pada abad I sebelum Masehi.
[1]
K. Ali. “A Study of Islamic History” , diterjemahkan oleh Ghufran A. Mas’adi
dengan judul Sejarah Islam dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmani, Tarkh Pra
Moderen , ed I (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 1.
[2]
Philip K. Hitti, “The Arab Short History” , diterjemahkan oleh Ushuluddin
Hutagalung dan O.D.P. Sihombing dengan judul Dunia Arab (Cet. III; Bandung:
Sumur Bndung, t.th), h. 7.
[3]
Chatibul Umam et.el. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi Agama
IAIN (Jakarta Proyek
Pengembangan Sistem Pendidikan Agama RI, 1975), hal. 47.
Sedangkan Arab Baqiyah , informasi yang ditemukan nanti setelah abad V masehi. Sehingga periodisasi pertumbuhan bahasa Arab sangat sulit untuk dilacak.[1] Bahasa Arab secara tertulis masih sangat sedikit jika dibanding dengan bahasa yang lain, sehingga periodisasi bahasa Arab dan kesusasteraannya hanya terbatas pada zaman jahiliah, masa munculnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, masa Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, kemunduran dan periode moderen. [2]Dan yang diperpegangi oleh para ahli, tentang perkembangan bahasa Arab pada masa pra Islam (jahiliyah) adalah nukilah puisi-puisiyangdikembangkan pada zaman tersebut yang dipindahkan dari generasi kegenerasi.[3]
B. Pengertian Dialek
Secara etimologi, lahjah (dialek, seperti yang ditulis oleh Ibnu Manzūr dalam Lisān al-'Arab, bermakna gemar dengan sesuatu, menyanyikan (mengucapkan), dan membiasakannya. Sealur dengan makna ini, dalam kamus alMunjid disebutkan pula bahwa lahjah berarti bahasa manusia yang menjadi karakter dan dibiasakan olehnya. Dari makna etimologi ini bisa dipahami bahwa dialek merupakan sebuah ragam bahasa yang lebih disenangi, lebih biasa dipraktekkan, dan lebih mudah diujarkan oleh individu individu dari suatu komunitas bahasa tertentu dalam kehidupan keseharian mereka. Dialek bisa menjadi ciri khas bagi seseorang atau suatu komunitas bahasa tertentu. Karenanya, dialek sebuah qabilah ‘suku’ menurut Iskandary dan 'Anani merupakan bahasa suku tersebut yang di dalamnya terdapat ujaran yang tarqiīq‘menipiskan/menghaluskan’,tafkhīm‘menebalkan’,tatmīm‘menyempurnakan’,tarkhīm‘memerdukan’,alhamz‘menekan’,talyī‘melunakkan’, sur'ah ‘mempercepat’, buth' ‘memelankan’, washl ‘hamzah tidak dibaca’, qath' ‘hamzah tetap dibaca.
ada dan tidaknya imālah 'bacaan antara fathah dan kasrah’, dan tekanantekanan suara lainnya. Adapun secara terminologi, lahjah ‘dialek’, dalam kamus Longman diartikan sebagai variasi dari sebuah bahasa yang dipergunakan di suatu bagian dari sebuah negara yang variasi itu berbeda dengan variasi-variasi lainnya dari bahasa yang sama dalam sejumlah kata atau gramatikanya. Lebih terperinci lagi, Daud mengartikan bahwa lahjah ‘dialek’ yaitu cara pemakaian bahasa yang berbeda dari cara-cara lainnya di dalam suatu bahasa karena masing-masing memiliki ciri-ciri kebahasaan yang khusus dan tiap-tiap cara ini bersama-sama (bersekutu) juga dalam membentuk ciri-ciri kebahasaan yang bersifat umum.
a. Al – Baidah
Bahasa Arab Baidah atau incrips adalah bahasa Arab
prasasti, yang biasa juga disebut dengan istilah Arabiyah al-Nuqusy , karena
informasi tentang bahasa ini hanya diperoleh melalui tulisan pada prasasti atau
lempengan batu. Bahasa Arab Baidah yang berdiam disebelah utara Hijaz atau
negeri yang berdekatan Aramiah. Al-Arabiyat al-ba:idah dikenal dengan sebutan
Arabiyat al-nuqu:sy (bahasa Arab prasasti) karena ragam bahasa ini tidak pernah
sampai kepada kita kecuali melalui prasasti-prasasti yang belakangan ditemukan
secara luas, dari Damaskus sampai wilayah Al-`Ula di bagian utara Hijaz. Dialek
bahasa yang digolongkan dalam Bahasa Arab Al-Baidah dan dipergunakan dapat dibagi menjadi tiga bagian
yaitu:
· Dialek Lihyaniyah yang dinisbahkan dari nama kabilah atau suku Lihyan yang tinggal dibagian utara daerah Hijaz beberapa abad sebelum masehi. Para ahli berdeda pendapat tentang asal mula suku itu dan tanggal prasasti-prasastinya pun tidak diketahui secara pasti. Hanya diperkirakan prasasti tertua setelah abad ke II atau satu sebelum masehi, dan yang termuda sekitar abad ke VI masehi.
· Dialek Samudiyah, yang didasarkan kepada suku samad sebenarnya yang dikisahkan didalam Aluran secara ringkas dalam perjanjian lama baik Yunani maupun Roma dan masyhur didalam sejarah jahiliyah. suku ini diperkirakan mendiami wilayah antara Hijaz dan Nejed dekat Damaskus. Prasati dalam bahasa samud kira-kira abad ke III dan ke IV masehi.
·
Dialek Safawiyah , prasastinya didapati di daerah Shafa’, walaupun
ada juga yang terdapat didaerah lain di Harah yang terletak antara bukit dan
gunung Daruz. Penulisannya diperkirakan antara abad ke III dan VI masehi.
Orientalis Jerman, Enno Litman memperlihatkan bahwa rumus huruf-hurufnya
mendekati huruf Samad, huruf-huruf tersebut kadang-kadang dibaca dari kiri ke
kanan atau sebaliknya.[1]
b. Al-Baqiyah
Bahasa Arab Baqiyah adalah bahasa yang masih dipakai oleh bangsa Arab dalam kesusasteraan, tulisan dan karangan. Bahasa ini tumbuh di negeri Hijaz dan Nejed, kemudian tersebar keseluruhan daerah daerah yang pernah memakai bahasa Semit dan Chamit, dari situlah timbul dialek-dialek yang dipergunakan pada masa kini dinegeri-negeri Hijaz, Nejed, Yaman dan daerah-daerah disekitarnya seperti Emirat Arab, Palestina, Yordania, Syiriah, Libanon, Irak, Kuwaid, Mesir, Sudan, Libia, Al-Jazair, Maroko, dan Malta.[2] Al-Arabiyat al-baqiyah adalah dialek yang selanjutnya disebut dengan al-Arabiyah, bahasa Arab seperti yang dikenal dan dipergunakan dalam berbagai suasana formal hingga hari ini di berbagai belahan negara Arab. Dialek ini merupakan gabungan dari berbagai dialek yang berbeda, sebagian yang dominan berasal dari bagian utara jazirah Arab dan sebagian yang lain dari daerah selatan. Ragam bahasa inilah yang sekarang digunakan dalam berbagai tulisan berbahasa Arab, pidato-pidato, siaran-siaran dan jurnalisme.
Dialek ini sudah tersebar luas di seluruh jazirah sejak masa praIslam dan menjadi lingua franca bagi masyarakat multikabilah. Pertemuan dan interaksi antaranggota berbagai kabilah melalui perjalanan, perdagangan, dan festival seni dan sastra
telah melahirkan
sebuah lingua franca, bahasa pergaulan bersama (al-lughat al- musytarakah) yang
dijadikan medium komunikasi lintas kabilah. Berbagai karya sastra di jaman ini
menggunakan bahasa bersama itu sehingga memungkinkan dilakukannya penilaian
terhadap kualitas sastrawan dan karyanya. Penilaian itu tentu akan sulit
dilakukan jika masing-masing menggunakan bahasa lokalnya.[1]
Bahasa Arab ini bisa bertahan dan tidak lenyap
seperti saudara saudaranya-baca: yang serumpun- adalah tidak lepas dari
pengaruh dan peran Islam saat itu. Dimana ajaran utama Islam, al-Qur’an
menggunakan bahasa Arab Baqiyah. Dengan sendirinya kaum muslimin waktu itu berusaha
mengetahui bahasa Arab, bagi yang bukan penutur bahasa Arab Baqiyah yang
selanjutnya bahasa Arab menjadi warna dalam pergaulan mereka sehari-hari.
Sehingga bahasa-bahasa sebelumnya yang juga diapakai tidaklagi dipergunakan,
disamping faktor agama juga faktor politik, otomatis bahasa lainnya akan mati
dengan sendirinya karena.[2]
Bahasa Arab
adalah salah satu dari rumpun bahasa Samiah yang mempunyai berbagai macam
dialek yang menyebabkan perbedaan dalam membaca dan berbicara. Diantara dialek
yang sering digunakan sampai saat
ini dan tergolong kedalam Bahasa Arab Al-Baqiyah, yaitu:
Thamthamaniah adalah bahasa sebagian kabilah arab dimana huruf Alif Lam Ta’rif ألdiganti dengan Alif dan Mim أم yang dalam pengucapannya lebih condong ke huruf Mim, contoh; kata matahari dan bulan mereka menyebutnya إِمْقَمَرٌ، أَمْشَمْسٌ , Atsa’aliby mengatakan bahwa thamthamaniyah ini adalah bahasanya kabilah Humair. Dalam hadis Abu Hurairah diriwayatkan bahwa ia telah datang menghadap Usman ra, dan Usman pun berkata: Peperangan telah
[1]
Achmad Tohe, BAHASA DAN SENI,
Tahun 33, Nomor 2, Agustus 2005,
Bahasa Arab Fusha Dan Amiyah Serta Problamatikanya, hal. 202.
[2] Mahmud Kamil al-Naqah, Ta’lim
al-Lugah al’ Arabiyah li al-natioqin bi Lugat Ukhra Ushuluhu Mudaakhiluhu,
Turuqu Tadrisihi (Makkah al-Mukarramah: Jami’ah Umm al-Qura, 1985), hal. 13.
·
selesai الأَن طَابَ إِمْضَرْبٌ asli dari kalimat tersebut adalah طَابَ الضَّرْبُ Dimana alif lam ta’rif diganti
dengan Mim, dan menurutnya ini adalah bahasa sebagaian orang Yaman.
·
Kasykasya, Yaitu
menggantikan Kaf Mukhatab كَافُdengan
syin شِيْنٌcontoh : bapakmu = أَبُوْكَ dibaca menjadi أَبْوْشَ Ini adalah sebagian bahasa dari orang arab termasuk Mesir diama kata Ma
Alaika dibaca Ma Alaiysy. contoh lain kata Laka لك dibaca Lesy لش.
·
Kaskasah, Kaskasa ini menyerupai Kasykasya yaitu menambahkan huruf Sinسِيْنٌ setelah Kaf كَافُ
Mukhathab (untuk menunjukkanterhadap Muannats (feminal), contoh; kata (memberi) أَعْطَيْتُكَ dibaca أَعْطَيْتُكْس. Atau sama dengan Kasyakasya
menggantikan huruf kaf كافdengan
sin سين, أبوك dibaca أَبُوْس .
·
Istintha, Yaitu menggantikan huruf Ainالعين (yang di sukun dengan huruf Nunنون dan setelahnya adalah huruf Thaالطاء contohnya أعطى , dibaca أنطى ,(dan dalam sebuah hadis
diriwayatkan bahwa Hasan dan Thalha ra dan juga selain mereka membaca ayat Al
Kautsar dengan Istintha إِنَّا أَنْطَيْنَاكَ الْكَوْثَر dan juga terdapat dalam hadis
Rasulullah tentang Doa sabdanya yaitu : اَللَّهُمَّ لَا
مَانِعَ لِمَا أَنْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ
لِمَا مَنَعْتَ.
·
Khalkhalaniah, Yaitu memperpendek atau meringkas Harakat (baris)
serta meringankan tekanan pada harakah tasydid, contohnya kata كَأَنَّكَ
dirinkas menjadi كَنَّكَdan kata مَاشَاءَ الله menjadi مَاشاالله dan إن شاء الله menjadi إنشاالله .
·
Tashil , yaitu membuang huruf Hamzahالهمزة agar lebih mempermudah ucapan, contohnya pada
kata sumur dan gelas بِئْر
bi`run dibaca biyr بِيْرٌ dan Ka`sun كَئْسٌ
dibaca Kaas كَاسٌtanpa penulisan dan penyebutan huruf
hamzah.
·
Ar Raswu, yaitu menggantikan huruf Sin سين atau Zai الزي dengan huruf Shad الصادatau sebaliknya,
contoh;سلطان menjadi أسطورة ,صلطان menjadiأصطورة dan bacaan ini sangat ma’ruf (terkenal) serta diakui keberadaanya oleh
pakar bahasa karena banyaknya terdapat dalam natsr bahkan dalam Al Quran, contoh; لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ
·
Tanwin Nagham, yaitu menggantikan Ta ta’nis dengan Nun Sukun untuk melagukan kata, contoh, kataزانت dibaca زاننdan بدنْdibacaبدتْ.
·
Kata Ibir mengganti kata Ibn, Yaitu mengganti kata Ibnإبن dengan kata Ibir إبر , contoh; Muhammad bir Aliمحمد بر علي asalnya adalah محمد بن علي
muhammad bin Ali.
·
Pengganti Dzamir Haa Ghaib, Yaitu mengganti Dhamir Ghaib dengan huruf
Wau الواو, contohnya kata kemampuannya قُدْرَتُهُ dibaca قُدْرَتُو.
·
An’anah, Yaitu menggantikan huruf alif الألفdan Hamzah menjadi
bunyi `Ain نَشئَةُ المنْشِئِيْ menjadi نَشْعَةُ الْمُنْشِعِيْن
dan dialek seperti ini sering
digunakan oleh orang Yaman, khalij dan sekitarnya.[1]
Contoh-contoh di atas adalah dialek
yang mashur dalam bahasa Arab yang mempengaruhi perbedaan bacaan dan ucapan.
a. Fusha
[1] Book AT-Taisir Fii
Ta’lim AL-lughah Al-arabiyah, Cara Praktis Belajar
Bahasa Arab
| Media Pustaka Qalam, Jakarta, hal.
1.
b. Ammiyah
Bahasa Arab ‘āmmiyyah merupakan bahasa-bahasa yang
dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari bukan bahasa dalam forum resmi atau
ilmiah. Ia adalah dialek-dialek yang terdapat atau berasal dari bahasa Arab.
Dialek-dialek ini adalah ragam bahasa Arab yang memiliki ciri khusus yang
berbeda dengan, ragam-ragam bahasa Arab lainnya. Namun, semua ragam bahasa itu
tetap memiliki ciri umum yang menyatukan semuanya dalam satu bahasa, yaitu
bahasa Arab. Bahasa Arab amiyah adalah bahasa yang "menyalahi"
kaidah-kaidah orisinil bahasa fusha. Dengan kata lain, bahasa amiyah adalah
"bahasa dalam penyimpangan" (lughat fi: al-lahn) setelah sebelumnya
merupakan fenomena penyimpangan dalam (sebuah) bahasa (lahn fi: al-Lughat).
Secara perlahan tapi pasti bahasa amiyah terus berkembang hingga menjelma
sebagai bahasa yang otonom dengan kaidah- kaidah dan ciri-cirinya sendiri.
Bahasa amiyah di negeri-negeri (taklukan) Islam
awalnya adalah lahn yang sederhana dan masih labil karena masyarakatnya masih
memiliki watak bahasa Arab yang genuin. Karena itu, di awal kemunculannya,
bahasa amiyah di kalangan masyarakat masih mempunyai rentangan antara yang
lebih dekat dengan bahasa baku (fusha) sampai pada yang jauh darinya. Contoh
daerah yang memiliki bahasa yang masih sangat dekat dengan bahasa baku itu
sampai abad ke-3 H antara lain negeri Hijaz, Basrah dan Kufah. [1]
[1] Achmad Tohe, BAHASA DAN SENI, Tahun 33, Nomor 2, Agustus 2005, Bahasa Arab Fusha Dan Amiyah Serta Problamatikanya, hal. 206.
A. Pengertian Diglosia
Menurut Para Ahli
1) Menurut Ferguson
1) Diglosia adalah suatu situasi
kebahasaan yang relatif stabil, Di mana selain terdapat sejumlah dialek-dialek
utama (lebih tepat ragam-ragam utama) dari suatu bahasa, terdapat juga sebuah
ragam lain.
2) Dialek-dialek utama itu
diantaranya dapat berupa sebuah dialek standar atau sebuah standar regional.
3) Ragam lain (yang bukan
dialek-dialek utama) itu memiliki ciri :
·
Sudah sangat terkodifikasi gramatikalnya lebih
komplek.
·
Merupakan wahana kesusatraan tertulis yang sangat
luas dan dihormati.
·
Dipelajari melalui pendidikan formal.
·
Digunakan terutama dalam bahasa tulis dan bahasa
lisan formal.
·
Tidak digunakan (oleh lapisan masyarakat manapun)
untuk percakapan sehari-hari.
2) Menurut William
Marcais
Diglosia (diglossia) adalah situasi bahasa dengan pembagian fungsional atas
varian-varian bahasa yang ada. Satu varian diberi status tinggi dan dipakai
untuk penggunaan resmi atau pengggunaan publik dan mempunyai ciri-ciri yang
lebih kompleks dan konservatif, varian lain mempunyai status rendah dan
dipergunakan untuk komunikasi tak resmi dan strukturnya disesuaikan dengan
saluran komunikasi lisan.
3) Menurut Henscyber
Diglosia adalah penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat, tetapi
masing-masing bahasa mempunyai fungsi atau peranan yang berbeda dalam konteks
sosial. Ada pembagian peranan bahasa dalam masyarakat dwibahasawan terlihat
dengan adanya ragam tinggi dan rendah, digunakan dalam ragam sastra dan tidak,
dan dipertahankan dengan tetap ada dua ragam dalam masyarakat dan dilestarikan
lewat pemerolehan dan belajar bahasa.
a. Diglosia Dalam
Masyarakat Arab
Diglosia adalah sebuah penamaan yang diberikan
pada gejala penggunaan dua ragam bahasa yang -sebenarnya- berasal dari satu
bahasa induk dalam sebuah masyarakat pada waktu yang bersamaan. Fenomena
diglosia dalam masyarakat Arab -sebagaimana dijelaskan sebelumnya- sudah
terjadi sejak jaman jahili atau pra-Islam. Masing-masing kabilah memiliki
bahasa tersendiri di samping lugat musytarakah, sebuah bahasa pergaulan yang
dianut oleh berbagai kabilah yang ada. Bahasa bersama (lughat musytarakah) ini
lahir sebagai akibat dari hubungan perdagangan antarkabilah, perjalanan
menunaikan ibadah haji dan lawatan-lawatan. Komunikasi antarindividu dalam
sebuah kabilah cukup menggunakan bahasa kabilahnya sendiri.
Tetapi ketika berhubungan dan berkomunikasi
dengan anggota kabilah lainnya mereka menggunakan bahasa pergaulan bersama itu.
Hingga datangnya Islam fenomena diglosia ini masih terus berlangsung. Sejak
masa Islam dan setelah ekspansi kekuasaannya ke luar Jazirah Arab, fenomena
tsunaiyat al-lughah atau diglossie yang semula hanya terjadi antara dialek
lokal sebuah kabilah (lahaja:t al-qaba:il) dengan dialek bahasa bersama
(al-lughat al-musytarakah), mulai bergeser antara bahasa fusha dengan bahasa
amiyah.
Diglosia bahasa fusha dan amiyah yang dimaksudkan
dalam tulisan ini adalah sejak munculnya ragam bahasa yang terakhir pada
masa-masa ekspansi Islam yang pertama yaitu sejak terjadinya interaksi antara
orang Arab dengan non-Arab. Di awal kemunculannya bahasa amiyah tidak memiliki
ciri-ciri pembeda yang jelas dari bahasa fusha. Setelah beberapa waktu, ragam
bahasa ini mulai menampakkan ciri-cirinya dalam hal bunyi, pola, susunan
kalimat, sintaksis, cara pengungkapan, dan materi bahasanya secara umum. Mengenai
hal itu dijelaskan Al-Jahidz ketika membahas bahasa masyarakat Arab.
Fenomena
dualisme bahasa ini sempat diberikan penamaan yang kurang tepat, yaitu
bilingualisme. Istilah ini mengandaikan adanya dua bahasa yang berbeda pada
individu atau kelompok tertentu dalam waktu yang bersamaan dalam sebuah
masyarakat. Tetapi sebagian orang menolak penamaan yang terakhir dalam kasus
dualisme bahasa Arab fusha dan amiyah. Mereka beralasan bahwa dua ragam bahasa
yang digunakan masyarakat Arab bukanlah bahasa yang sama sekali berbeda,
seperti bahasa Arab dengan bahasa Perancis atau antara bahasa Jerman dan bahasa
Turki.
Bahasa fusha dan
bahasa amiyah sesungguhnya merupakan ragam-ragam bahasa yang berasal dari satu
bahasa induk. Perbedaan keduanya dianggap sebagai perbedaan yang parsial, bukan
substansial. Untuk itu, istilah diglosia lebih tepat digunakan dalam kasus di
atas. Fenomena diglosia serupa sebenarnya tidak hanya terjadi di kalangan
masyarakat Arab, melainkan juga di kalangan bangsa-bangsa lain. Diglosia,
menurut al-Hajj, pada dasarnya merupakan kelanjutan dualisme akal dan perasaan
pada manusia. Dalam setiap bahasa selalu ditemui bahasa `am dan bahasa fasi:h,
meskipun intensitasnya dapat berbeda satu sama lain. [1]
b. Dampak Negatif
Diglosia Dalam Masyarakat Arab
Diglosia antara
bahasa fusha dan amiyah, terutama di dalam masyarakat Arab moderen, ditengarai
mempunyai sejumlah dampak negatif Menurut Anis Farihah dampak negatif itu telah merambah ke berbagai bidang, antara lain
pemikiran, pendidikan, kepribadian, moral, dan kegiatan sastra dan seni.
[1]
Achmad Tohe, BAHASA DAN SENI,
Tahun 33, Nomor 2, Agustus 2005,
Bahasa Arab Fusha Dan Amiyah Serta Problamatikanya, hal. 207.
·
Bidang Pendidikan, pengaruh diglosia terlihat pada lama waktu yang
dibutuhkan seorang anak Arab dalam mempelajari bahasa Arab fusha dibanding anak
berkebangsaan lain dalam mempelajari bahasanya. Keengganan orang untuk membaca,
rumitnya pola-pola bahasa, dan ditinggalkannya bahasa fusha adalah hal-hal yang
berpulang pada perbedaan fusha dan amiyah, khususnya tingkat kerumitan bahasa
fusha dan fleksibilitas amiyah. Secara umum, masyarakat menganggap
bahasa fusha tidak luwes dan kurang bersahabat dengan anak-anak.
·
Bidang Moral, diglosia telah mempengaruhi cara
orang berperilaku dan bersikap. Dialosia telah melahirkan semacam kepribadian
yang pecah (split personality) dan perasaan bersalah. Dalam suasana resmi,
masyarakat Arab menggunakan bahasa fusha, sedang dalam kehidupan sehari-hari
mereka menggunakan bahasa amiyah yang selalu dicap dan diberi konotasi buruk.
·
Bidang Al funun Al Jamilah, khususnya drama/teater, diglosia telah dijadikan
kambing hitam keringnya kesenian dan kesusasteraan. Tetapi di sisi lain,
sebagian seniman dan sastrawan menganggap bahasa fusha kurang ekpresif dan
responsif. Para pekerja seni berada dalam sebuah dilema. Di satu sisi, melalui
karyanya, mereka dituntut menampilkan realitas kehidupan yang aktual dengan
menggunakan bahasa fusha. Tetapi di lain sisi, mereka dihantui kengerian akan
cercaan yang bakal diperolehnya jika menggunakan bahasa amiyah.[1]
[1]
Achmad Tohe, BAHASA DAN SENI,
Tahun 33, Nomor 2, Agustus 2005, Bahasa
Arab Fusha Dan Amiyah Serta Problamatikanya, hal. 209.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa Arab menurut para mu’arrikh dan linguist
berasal dari satu ras manusia dan rumpun bahasa yang mempunyai peran besar
dalam sejarah peradaban kuno yakni bangsa Semit. Bahasa Arab merupakan rumpun
dari bahasa Semit dan mempunyai anggota penutur yang terbanyak. Bangsa Semit
berikut bahasanya dinisbahkan dari putra Nabi Nuh yang bernama Sam ibn Nuh. Bahasa
Arab secara tertulis masih sangat sedikit jika dibanding dengan bahasa yang
lain, sehingga periodisasi bahasa Arab dan kesusasteraannya hanya terbatas pada
zaman jahiliah, masa munculnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, masa
Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, kemunduran dan periode moderen.
Secara etimologi, lahjah (dialek, seperti yang
ditulis oleh Ibnu Manzūr dalam Lisān al-'Arab, bermakna gemar dengan sesuatu,
menyanyikan (mengucapkan), dan membiasakannya. Sealur dengan makna ini, dalam
kamus alMunjid disebutkan pula bahwa lahjah
berarti bahasa manusia yang menjadi karakter dan dibiasakan olehnya. Adapun
secara terminologi, lahjah ‘dialek’, dalam kamus Longman diartikan sebagai
variasi dari sebuah bahasa yang dipergunakan di suatu bagian dari sebuah negara
yang variasi itu berbeda dengan variasi-variasi lainnya dari bahasa yang sama
dalam sejumlah kata atau gramatikanya.
Bahasa Arab terbagi menjadi dua yaitu Al-Baidah,
dan Al-Baqiyah, Al-Baidah adalah bahasa arab yang dialek atau bahasanya sudah
tidak digunakan lagi dan bahasa ini diketahui melalui kajian prasasi-prasasi
atau naskah kuno diantara dialek-dialek bahasa arab al-baidah adalah
lihyaniyah, sahmudiyah, dan safuwiyah. Sedangkan Al-Baqiyah adalah bahasa arab
yang dialek dan bahasanya masih digunakan sampai saat ini diantara
dialek-dialek yang terkenal dan masih digunakan sampai saat ini adalah : Thamthamaniah
Humair, Kasykasya, Kaskasah, Istintha,
Khalkhalaniah, Tashil, Ar-Raswu, Tanwin Nagham, Kata Ibr mengganti kata
Ibn, Pengganti Dzamir Haa Ghaib, An’ah. Bahasa Arab fusha adalah bahasa arab
yang digunakan dalam kegiatan resmi atau didalam pendidikan, sedangkan bahasa
arab Ammiyah adalah bahasa arab yang digunakan dipasaran atau bahasa yang
diguanakan dalam kehidupan sehari-hari, perbedaan bahasa arab fusha dan ammiyah
adalah : bahasa arab fusha selalu menggunakan kaidah bahasa arab yang benar,
sedangkan bahasa arab ammiyah tidak
menggunakan kaidah bahasa yang benar.
Diglosia adalah sebuah penamaan yang diberikan
pada gejala penggunaan dua ragam bahasa yang -sebenarnya- berasal dari satu
bahasa induk dalam sebuah masyarakat pada waktu yang bersamaan. Fenomena
diglosia dalam masyarakat Arab -sebagaimana dijelaskan sebelumnya- sudah
terjadi sejak jaman jahili atau pra-Islam. Diglosia
antara bahasa fusha dan amiyah, terutama di dalam masyarakat Arab moderen,
ditengarai mempunyai sejumlah dampak negatif Menurut Anis Farihah dampak negatif itu telah merambah ke
berbagai bidang, antara lain pemikiran, pendidikan, kepribadian, moral, dan
kegiatan sastra dan seni
B. Saran
Makalah
ini tentunya masih sangat jauh dari kata sempurna dan kami sangat mengharapkan
saran dan kritik guna membangun dan bisa memperbaiki makalah kami. Karena ada
pepatah yang mengatakan “semakin ilmu itu di gali maka semakin banyak yang
tidak kita ketahui”.
DAFTAR PUSTAKA
K. Ali. “A Study of Islamic History”
,Tarkh Pra Moderen , ed I (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997).
Philip K. Hitti, “The Arab Short
History” , (Cet. III; Bandung: Sumur Bndung, t.th).
Chatibul Umam et.el. Pedoman
Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi Agama.
IAIN (Jakarta Proyek Pengembangan
Sistem Pendidikan Agama RI, 1975), lihat juga Bambang Yudi Cahyono,
Kristal-Kristal Ilmu Bahasa (Cet. I; Surabaya: Airlangga University Press,
1995).
Karl Broklaman, Tarikh al-Adab
al-Arabiy , jilid I (Cet. IV; al-Qahirah Dar al-Ma’arif, t.th).
Muhammad Suyuti Suhaib, Kajian Puisi
Arab Pra Islam (Cet. I; Jakarta: Al-Qushwa, 1990).
Achmad
Tohe, Bahasa Dan Seni, Tahun 33, Nomor 2, Agustus 2005, Bahasa
Arab Fusha Dan Amiyah Serta Problamatikanya.
Mahmud
Kamil al-Naqah, Ta’lim al-Lugah al’ Arabiyah li al-natioqin bi Lugat Ukhra
Ushuluhu Mudaakhiluhu, Turuqu Tadrisihi (Makkah al-Mukarramah: Jami’ah Umm
al-Qura, 1985).
Book AT-Taisir Fii Ta’lim AL-lughah Al-arabiyah, Cara Praktis Belajar Bahasa Arab, Media Pustaka Qalam, Jakarta.
Tamām
Hassan, al-Ushūl: Dirāsah Istīmūlūjiyyah li al-Fikr al-'Arabi 'ind al-'Arab,
alNahw, Fiqh al-Lughah, al-Balāghah.
https://p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/2019/06/30/sekilas-tentang-bahasa-arab-fusha-formal-dan-amiyah-informal/
Comments
Post a Comment